Connect with us

Hi, what are you looking for?

Netizen Mass

Ilusi Kesejahteraan Petani

KUNINGAN (MASS) – Para petani di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, yang mengikuti Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) atau asuransi pertanian masih sangat minim. Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Kuningan melaporkan hanya ada 50 kelompok tani yang mengikuti AUTP. Dengan kata lain, dari 28 ribu hektar areal persawahan baru 100 ribu hektar saja yang diasuransikan (Tempo. Co, 28/7/2021).

AUTP ini merupakan program kementrian pertanian yang disahkan melalui Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Di dalam Pasal 37, terdapat amanah kepada pemerintah dan pemerintah daerah untuk melindungi usaha petani dalam bentuk asuransi pertanian.

Di dalam pelaksanaannya pemerintah bekerjasama dengan perusahaan asuransi umum, yaitu PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo). Kerjasama hingga meluncurkan aplikasi Sistem Informasi Asuransi Pertanian (SIAP), untuk mempermudah pendaftaran dan pendataan asuransi.

Pemerintah terus bergiat menyukseskan rencana ini dengan terus mendorong para petani memenuhi syarat menjadi anggota kelompok tani agar bisa mendapat jaminan asuransi ini. Dengan narasi- narasi yang sangat menggiurkan.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menerangkan, “Pertanian itu merupakan sektor yang rentan terhadap perubahan iklim dan serangan OPT. Agar petani petani tidak mengalami kerugian saat gagal panen, maka AUTP akan memberikan pertanggungan kepada petani”.

Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Ali Jamil menambahkan, pertanggungan yang diberikan AUTP akan melindungi petani dari kerugian ketika gagal panen. Petani akan mendapat pertanggungan sebesar Rp 6 juta per hektar per musim. Jadi petani tak merugi. Mereka juga memiliki modal untuk memulai kembali budidaya pertanian mereka.

Sepintas rencana ini sangat menggiurkan. Bagaimana tidak usaha tani yang cukup beresiko, dijamin oleh pemerintah. Apalagi jaminannya ini bisa menjadi modal bertani lagi untuk musim tanam berikutnya.

Namun, pemerintah lupa membuat kebijakan yang komprehensif untuk mewujudkan kesejahteraan petani. Hingga saat ini persoalan di bidang pertanian seperti benang kusut yang sulit diurai. Dan apakah dengan asuransi pertanian ini mampu menjadi solusi bagi seluruh persoalan pertanian tersebut?

Hingga sekarang, khususnya di tahun 2020, terdapat masalah Pertanian yang menjadi Sorotan.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Liputan6.com (31/12/2020) melansir beberapa Catatan Sarikat Petani Indonesia (SPI) terkait degan kebijakan Pemerintah Jokowi-Ma’ruf selama periode 2020.

Ketua Umum SPI, Henry Saragih, menyoroti masalah reforma agraria yang masih menggantung. Padahal sudah menjadi sebuah program strategis nasional di dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Alih-alih menjalankan reforma agraria, pemerintah justru mengesahkan Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) dengan metode omnibus law, yang mengakibatkan perubahan besar dalam arah kebijakan pembangunan agraria di Indonesia.

Hal itu Karena terdapat pasal-pasal yang kontroversial dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan, yaitu Pasal 125-129 tentang pembentukan Bank Tanah, Pasal 129 tentang penguatan Hak Pengelolaan (HPL), dan Pasal 144 tentang kepemilikan orang asing dalam hak milik atas Satuan Rumah Susun untuk Orang Asing (Sarusun).

Hal itu mengkonfirmasi bahwa kepemilikan tanah bagi asing (investor) dengan stempel hak pengelolaan lahan, akan lebih berhak. Sehingga kasus yang terjadi selama ini, yaitu perjuangan masyarakat dalam menuntut hak tanahnya yang terdampak pengembangan perusahaan, akan menemui jalan buntu. Alih-alih selesai, sebaliknya kriminalisasi terjadi, bahkan nyawa menjadi tumbalnya.

Padahal tanah bagi petani menjadi tumpuan hidupnya. Jika demikian, bagaimana petani akan sejahtera hanya dengan asuransi pertanian yang menjamin resiko gagal panennya, jika kepemilikan terhadap tanahnya saja terancam.

Belum lagi, disahkannya UU Cipta Kerja juga berpotensi membawa dampak negatif bagi kebijakan perbenihan dan varietas tanaman lokal di Indonesia. UU Cipta Kerja mempermudah ketentuan terkait pemasukan dan pengeluaran benih dan varietas impor ke dan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Hal ini akan mengakibatkan terancamnya kedaulatan petani atas benih dan varietas lokal yang dibudidayakannya, karena upaya perlindungan terhadap petani di tingkat nasional semakin diminimalisasi. Jika demikian bagaimana petani bisa sejahtera hanya dengan menjamin resiko gagal panen, jika harus bergantung pada benih dan varietas impor , apatah lagi jika petani yang bersangkutan beroreintasi pada produksi benih. Benihnya akan kalah saing dengan benih impor. Varietas lokal yang dibudidayakannya juga akan kalah saing. Apalagi secara kenyataan semua barang impor yang sangat membanjiri negeri ini harganya lebih murah.

Kebijakan ini nampaknya bukan hanya tertulis dalam undang-undang, namun terbukti sejalan dengan kebijakan impor yang semakin dipermudah di negeri ini. Apalagi dimasa pandemi, pemerintah telah menetapkan 8 paket kebijakan ekonomi, diantaranya kemudahan impor. Para importir akan diberi berbagai kemudahan birokrasi, diantaranya  melalui penghapusan pajak impor (pph 22).

Yang lebih miris dan ironis lagi, di masa pandemi sekarang ini, SPI mensinyalir bahwa pemerintah Indonesia mengambil kebijakan untuk terus menegosisasikan perjanjian perdagangan bebas, dengan melakukan ratifikasi berbagai perjanjian perdagangan internasional. SPI menyebut terdapat empat perjanjian perdagangan dan investasi yang mulai diberlakukan. Pertama perjanjian dalam proses ratifikasi, kedua perjanjian yang ditandatangani dan ketiga perjanjian yang dinegosiasikan selama tahun 2020.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Diantaranya RCEP (Regional Comprehensive Economic Partnership), IE-CEPA (Indonesia-EFTA- Comprehensive Economic Partnership Agreement), IA-CEPA (Indonesia-Australia) dan IEU-CEPA (Indonesia-Uni Eropa) dan beberapa perjanjian perdagangan bebas lainnya.

SPI juga menyoroti tentang nilai tukar petani yang mengalami penurunan di masa Pandemi Covid-19. Walhasil hasil panen petani tidak akan berarti.

Yang lebih ironis adalah tentang kebijakan Food Estate (lumbung pangan) yang akhir-akhir ini juga gencar disosialisasikan pemerintah. Bahkan di beberapa tempat sudah mulai dilaksanakan. Food estate ini diklaim akan memenuhi pangan nasional yang sejatinya bertolak belakang dengan dekade pertanian keluarga.

Ketua umum SPI Henry menyebut Food estate yang merupakan kegiatan pertanian skala luas, modern, dengan konsep pertanian sebagai sistem industrial berbasis iptek, modal, organisasi, dan manajemen modern, pada praktiknya akan memberi ruang yang besar bagi korporasi ataupun modal untuk ikut berinvestasi. Keikutsertaan korporasi yang difasilitasi dalam skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) atau Public Private Patnership (PPP) akan memperparah ketergantungan pangan Indonesia karena memberikan tanggung jawab soal pangan diurus oleh korporasi pertanian besar baik itu korporasi luar negeri dan Indonesia.

Semua ini semakin mengkonfirmasi bahwa sejatinya negeri ini sangat jelas tidak memihak pada petani. Dorongan untuk ikut asuransi hanyalah setetes air di tengah lautan. Atau bahkan hanya tipuan yang mengelabui hati petani. Belum lagi, bisa dibayangkan dengan melihat bagaimana aturan main yang diberlakukan dalam asuransi ini. Premi yang ditetapkan berdasarkan jumlah bantuan per hektarnya dari kementrian pertanian, ini tak ubahnya bantuan setengah hati dari pemerintah. Belum lagi besaran yang diterima oleh petani hanya sedikit, Karena realitasnya menempuh rantai yang panjang, yang biasanya melakukan penyunatan di sana sini. Dan lebih ironis atas nama petani, sekelompok orang tertentu menikmati bunga dari asuransi ini. Sungguh ironis.

Jika demikian semuanya, maka kesejahteraan petani hanyalah ilusi.

Inilah yang terjadi ketika penguasa tidak menjalankan fungsinya sebagai penanggung jawab dan pengurus urusan rakyatnya. Keberadaannya di kursi pimpinan negeri malah diselewengkan sebagai aji mumpung. Mumpung berkuasa, mumpung sedang menjabat.

Hal ini sangat berbeda dengan Islam. Islam sebagai din yang diturunkan Allah mengatur seluruh aspek kehidupan. Semua itu untuk memecahkan berbagai problematika kehidupan demi mewujudkan rahmat bagi seluruh alam.

Islam menetapkan pemimpin adalah perisai, dimana rakyat akan berlindung padanya. Pemimpin juga sebagai penggembala, yang akan dimintai pertanggungjawaban atas gembalaannya. Untuk itu jelas orientasi utama pemimpin adalah melindungi dan mengurusi urusan rakyat.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Dalam masalah pertanian, Islam secara filosofinya sangat mendorong beberapa hal. Pertama pengaturan yang memudahkan kepemilikan lahan. Hanya dengan dilakukannya pemagaran terhadap lahan yang tidak bertuan, akan menjadikan hak milik si pemagar, yang akan mendapat hak perlindungan dari negara.

Kedua, penetapan keharusan terjadinya produktivitas lahan, dengan membatasi waktu tiga tahun, lahan yang sudah dipagari tidak diprodktifkan, akan dicabut kepemilikannya.

Ketiga, pemberian bantuan cuma-cuma berupa sarana produksi pertanian. Bantuan diberikan secara langsung tanpa menempuh birokrasi yang memusingkan, dan tidak memaksa petani untuk membayar premi dari bantuan tersebut.

Keempat, pemberian akses yang mudah untuk mengakses saranana produksi pertanian (saprotan) dan menawarkan hasil panennya.

Kelima, menetapkan kebijakan larangan impor

Dengan terus berupaya mencapai swasembada. Dan sebaliknya berorientasi pada ekspor. Dimana pemerintah akan mensupport penuh semua hal ini.

Demikianlah Islam menjamin kesejahteraan petani. Kesejahteraan petani bukan ilusi di dalam sistem Islam.

Wallahu a’lam bish showab.

Penulis : Fathimah Salma (Penggiat Literasi)

Advertisement. Scroll to continue reading.
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You May Also Like

Netizen Mass

KUNINGAN (MASS) – Lantaran habis masa bakti, kepemimpinan PD Salimah (Persaudaraan Muslimah) mengalami pergantian. Posisi ketua yang sebelumnya dijabat Faridha SPdI, kini diserahkan kepada...

Inspiration

KUNINGAN (MASS) – Cukup membanggakan. Warga Kuningan, Ninin Setianingsih yang menjabat Ketua PD Salimah Kab. Kuningan menjadi salah satu dari 45 penulis Buku Kisah...

Netizen Mass

Malam ini begitu menerawangBagikan gelap tak kunjung terangManakala hati sedang gundah gulanaMenuntun suatu isyarat untuk memenuhiYang dilalui untuk mengetahui Mulailah untuk menjadi akhirAkhirilah untuk...

Education

KUNINGAN (MASS) – Puluhan sekolah calon penerima penghargaan tingkat daerah (Raksa Buana), tingkat provinsi (Raksa Persada) dan tingkat nasional, dikumpulkan Sabtu (12/6/2021). Mereka diberikan...

Advertisement